BAB
I
PENDAHULUAN
I.1 Latar Belakang
Biaya
variabel adalah biaya yang secara total bervariasi dalam proporsi langsung
dengan perubahan output aktivitas. Sedangkan variable costing adalah metode
penentuan harga pokok yang hanya membebankan biaya-biaya produksi variabel saja
ke dalam harga pokok produk. Dengan
dipisahkan informasi biaya menurut prilaku dalam hubungannya dengan perubahan
volume kegiatan, metode variable costing mampu menghasilkan informasi yang
bermanfaat bagi manajemen dalam perencanaan laba jangka pendek, pengendalian
biaya tetap yang lebih baik, dan pengambilan keputusan jangka pendek. Hal ini
dimungkinkan karena dalam jangka pendek, biaya tetap tidak relevan karena tidak
terpengaruh oleh pengambilan keputusan yang dilakukan oleh manajemen. Jika
biaya tetap terpengaruh dalam pengambilan keputusan jangka pendek, metode variable costing dapat menyajikan dampak keputusan terdebut terhadap biaya tetap dan laba.
biaya tetap terpengaruh dalam pengambilan keputusan jangka pendek, metode variable costing dapat menyajikan dampak keputusan terdebut terhadap biaya tetap dan laba.
Laporan
laba rugi yang dihasilkan oleh sistem variable costing memperlihatkan margin
kontribusi barang-barang yang dihasilkan, informasi yang sangat berfaedah dalam
pengambilan keputusan. Variable costing kadangkala disebut juga direct costing
(penentuan biaya pokok langsung) atau marginal costing (penentuan biaya pokok
marginal). Dalam metode penentuan biaya pokok variable (variable costing, hanya
biaya-biaya produksi variable saja yang dimasukkan dalam persediaan dan biaya
pokok penjualan. Ketika tingkat aktivitas diukur dalam unit-unit produk yang
dihasilkan, maka biaya-biaya variable biasanya terdiri atas bahan baku
langsung, berkaitan dengan kapasitas produktif pabrik dan umumnya tidak
dipengaruhi oleh inti produk yang dipriduksi. Oleh karena itu dalam metode
penentuan biaya pokok variable, biaya overhead pabrikasi tetap tidaklah diperlukan
sebagai biaya produk.
Manfaat informasi variable costing dalam pengambilan
keputusan
variable costing menyajikan data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan jangka pendek. Dalam pembuatan keputusan jangka pendek yang menyangkut mengenai perubahan volume kegiatan. Variable costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga jual jangka pendek. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dengan variable costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya (concept of cost recovery).
variable costing menyajikan data yang bermanfaat untuk pembuatan keputusan jangka pendek. Dalam pembuatan keputusan jangka pendek yang menyangkut mengenai perubahan volume kegiatan. Variable costing khususnya bermanfaat untuk penentuan harga jual jangka pendek. Ditinjau dari sudut penentuan harga, perbedaan pokok antara full costing dengan variable costing adalah terletak pada konsep penutupan biaya (concept of cost recovery).
Menurut metode full costing, harga jual harus dapat
menutup total biaya, termasuk biaya tetap didalamnya. Didalam metode variable
costing, apabila harga jual tersebut telah menghasilkan laba kontribusi guna
menutup biaya tetap adalah lebih baik daripada harga jual yang tidak
menghasilkan laba kontribusi sama sekali.
I.2 Rumusan Masalah
1. Apakah
pengertian dari variable costing dan full costing?
2. Bagaimanakah
penghitungan harga pokok produk dengan menggunakan metode variable costing dan
full costing?
3. Bagaimanakah
laporan Laba/Rugi dengan metode variable costing dan full costing?
4. Apa
sajakah manfaat dari pendekatan kontribusi?
5. Bagaimanakah
pengukuran kinerja dengan metode full costing?
6. Bagaimanakah
pelaporan yang tersegmentasi?
7. Apakah
yang dimaksud dengan elemen pendapatan dan biaya?
I.3 Tujuan Makalah
1.
Tujuan
Fungsional
Adapun tujuan
dibuatnya makalah ini adalah untuk mengetahui dan lebih memahami mengenai
variable costing dengan full costing, laporan laba rugi dengan kedua metode
tersebut, pengukuran kinerja melalui metode variable costing serta mengenai
elemen pendapatan dan biaya.
2.
Tujuan
Individual
Dengan dibuatnya
makalah ini diharapkan dapat menambah ilmu pengetahuan terutama bagi yang
membutuhkan kedepannya nanti mengenai akuntansi manajemen dalam hal variable
costing dan pelaporan tersegmentasi.
BAB
II
PEMBAHASAN
II.1 Variable Costing dan Full Costing
Dalam akuntansi biaya untuk pegumpulan data harga
pokok secara umum dikenal pengumpulan semua biaya produksi untuk selanjutnya
diperhitungkan sebagai harga pokok produk tanpa mempertimbangkan factor
perilakunya. Dalam pendekatan ini semua biaya produksi yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja dan biaya overhead diperhitungkan sebagai harga
pokok produk tanpa memperhatikan perilakunya. Dalam akuntansi manajemen
pendekatan ini disebut pendekatan Full
Costin. Karena menyerap semua elemen biaya produksi sebagai komponen harga
pokok produknya, maka metode ini juga disebut absorption costing.
Pendekatan full costing biasa juga disebut sebagai
pendekatan tradisional menghasilkan laporan laba rugi dimana biaya-biaya
diorganisir dan disajikan berdasarkan fungsi-fungsi produksi, administrasi dan
penjualan. Laporan laba rugi yang dihasilkan dari pendekatan ini banyak
digunakan untuk kebutuhan pihak luar. Untuk penggunaan internal manajemen harga
pokok produk dapat dihitung dengan menggunakan pendekatan variable costing. Dalam metode ini biaya yang diperitungkan sebagai
harga pokok produk adalah biaya produksi variable yang terdiri dari biaya bahan
baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variable.
Pendekatan variable costing atau juga dikenal
sebagai contribution approach merupakan suatu format laporan biaya berdasarkan
perilaku biaya. Pendekatan ini dikenal sebagai pendekatan biaya langsung (direct approach) karena biaya variable
yang menjadi harga pokok dalam perhitungannya terdiri dari biaya-biaya
langsung. Laporan laba rugi yang dihasilkan pendekatan ini banyak
digunakan untuk memenuhi kebutuhan pihak
internal perusahaan.
II.2 Perhitungan Harga Pokok Produk
Dalam pendekatan full
costing semua unsur baiya produksi menjadi elemen harga pokok produk. Dalam
pendekatan variable costing semua
unsur biaya produksi hanyalah biaya-biaya produksi variable yang diperhitungkan
sebagai elemen harga pokok produk.
Arus
Biaya Full Costing
Arus
Biaya Variabel Costing
Berdasarkan kedua gambar di atas menunjukkan
perbedaan arus dan elemen-elemen biaya full
costing dan variable costing.
Dalam arus biaya full costing elemen
baiay periodic hanya terdiri dari baiya administrasi dan penjualan. Elemen
harga pokok produknya terdiri dari biaya overhead tetap, biaya overhead
variable serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung. Dalam arus biaya variable costing elemen biaya periodik
terdiri dari biaya overhead tetap ditambah biaya administrasi dan penjualan.
Elemen harga pokok produknya hanya terdiri dari komponen biaya overhead
variable serta biaya bahan baku dan tenaga kerja langsung, tidak termasuk baiya
overhead tetap.
Contoh
:
Konsistensi
dengan praga tersebut, misalkan PT ZAI memproduksidan menjual 5.000 unit
produkX per tahun dengan harga Rp 18.750,- per unit. Berikut adalah struktur
baiya produksi, pemasaran, dan administrative tahun 2000:
Biaya variable per unit:
Bahan
langsung......................................................... Rp 1.500
Tenaga
kerja langsung ……………………………...Rp 3.000
Overhead
pabrik ……………………………………Rp 750
Penjualan,
administrasi ……………………………..Rp 2.250
Biaya-biaya tetap per tahun:
Overhead
pabrik …………………………………….Rp 22.500.000
Penjualan,
administrasi …………………..….………Rp 7.500.000
Total
biaya tetap …………………………………….Rp 30.000.000
Berdasarkan
data di atas perhitungan harga pokok per unit produk menurut variable costing dan ful costing dapat dibedakan sebagai
berikut:
Full
Variabel
Costing Costing
Bahan
langsung…………………………………… Rp 1.500 Rp 1.500
Tenaga
kerja langsung……………………………….Rp 3.000 Rp
3.000
Overhead
pabrik variable………………………..…. 750 750
Total
biaya produksi variable …………………….. Rp
5.250 Rp 5.250
Overhead
pabrik tetap ( Rp 22.500.000/5.000 unit)
4.500 -
Harga
pokok per unit produk ……………………….Rp 9.750 Rp
5.250
Berdasarkan perhitungan diatas dapat dilihat bahwa
harga pokok per unit produk menurut full costing Rp 9.750 lebih besar
disbanding hasil perhitungan menurut variable costing Rp 5.250. Perbedaan
tersebut disebabkan dalam full costing turut diperhitungkan
biaya-biaya overhead pabrik tetap sebesar Rp 4.500 per unit. Sementara dalam
pendekatan variable costing biaya
tersebut tidak diperhitungkan sebagai elemen harga pokok produk.
Untuk metode full
costing dalam laporan laba rugi hasil perhitungan harga pokok tersebut akan
ditempatkan sebagai pengurangan atas total penjualan sebagai elemen beban pokok
penjualan dalam menghitung laba bruto. Dalam metode variable costing perhitungan tersebut masuk dalam komponen biaya
variable sebagai pengurang dari total penjualan dalam perhitungan marjin
kontibusi.
II.3 Laporan Laba Rugi
Karena absorption costing memperlakukan biaya
overhead tetap pabriksebagai harga pokok produk,porsibiaya overhead tetap
pabrik dibebankan kepda tiap unit pada saat produksi.bila unit produksi tidak
terjual sampai akhir periode ,biaya overhead tetappabrik akan melekatpada tiap
unit produk akan melekat padatiap persediaan dandi tangguhkan pembebanannya
kepada periode npenjualan produk tersebut.pada saat unit-unit produk ini
terjual pada periode berikutnya,biaya-biaya overhead tetappabrik yang melekatdi
dalamnya dikeluarkandari akun persediaan dan di bebankan terhadap pendapatan
sebagai bagian dai beban pokok penjulan.
Dengan menggunakan data dari contoh di atas, perbandingan
laporan laba rugi pendekatan full costing dan pendekatan konstribusi dapat
dilihat dari table di bawah ini.kedua pendekatan tersebut Nampak menghasilkan
labausaha yang sama karena tidak terdapat factor penangguhan biaya. Yang
berbeda dari antara dua laporan tersebut hanyalah jumlah pada setiap elemen
biaya yang disebabkan oleh proses klasifikasi sesuai dengan kebutuhan dalam
masing-masing pendekatan penyususnan laba-rugi.
Sebagai ilustrasi dengan mengadopsi data penjualan
dan biaya PT ZAI di atas selanjutnya dapat di buat perbandingan laporan
laba-rugi full costing dan variable costing seperti berikut ini. Apabila dari data di atas terdapat biaya
yang di tangguhkan yang melekat dalam persediaan akhir,midsalnya 500 unit dari
total produksi 5.500 unit makaperbandingan laba-rugi fullcosting dan variable
costing di sajikan sebagai berikut
FULL
COSTING VARIABLE
COSTING
Penjualan
Rp 93.75 Penjualan Rp
93.750
Beban
pokok penjualan 48.750 Biaya-biaya variable 37.500
Laba bruto Rp 45.000 margin
konstribusi Rp 56.250
Beban
penjualan adm dan umum 18.750 biaya-biaya
tetap 30.000
Laba
bersih Rp 26.250 laba
bersih Rp 26.250
Terdiri
dari; Biaya produksi;
Bahan
langsung (5000 unit x 1.500) Rp 7.500.000
Tenaga
kerja langsung (5000 unit x Rp3000) 15.000.000
Overhead
pabrik variabel (5000 unit x 750)
3.750.000
Total
biaya produksi variable Rp 26.250.000
Overhead
pabrik tetap 22.500.000
Total
biaya produksi Rp 48.750.000
Barang
siap di jual Rp 48.750.000 Persedia anakhir barang jadi 0
Beban
pokok penjualan Rp
48.750.000
Terdiri
dari
Biaya
penjualan,adm tetap Rp
7.500.000 Penjualan,adm
variable 5000 x 2.250 11.250.000 Total Rp 18.750.000
Terdiri
dari
Bahan
langsung 5000 x Rp1.500 Rp 7.500.000 Tenaga kerja langsung 5000 x Rp 3000 15.000.000 Overhead pabrik variable 5000 x Rp 750 3,750.000 penjualan, adm variable 5000 x 2.250
11.250.00 Total biaya-biaya variable Rp
37.500.000
FULL COSTING
Penjualan Rp
93.750.000 Beban
pokok penjualan: Pesediaan awal Rp 0 Harga pokok produksi 51.737.000
Persediaan siap di jual Rp 51.737.000
Persediaan akhir
4.670.455
Beban pokok penjualan (b) 46.705.545
Laba bruto c (a-b) Rp
47.045.455 Beban
usaha:
Beban adm, umum dan penjualan 18.750.000
Laba usaha Rp 28.295.455
VARIABEL COSTING
Penjualan Rp 93.750.000
Biaya variable Persediaan awal Rp 0
Harga
pokok produksi variabel 28.875.000
Persediaan siap dijual Rp 28.875.000 Persediaan akhir
2.625.000
Beban pokok penjualan variable 26.250.000
Biaya
penjualan dan adm 11.250.000 Total
biaya variable Rp 37.500.000
Marjin
konstribusi c (a-b) 56.250.000
Biaya tetap;
Biaya
produksi,penjualan dan adm tetap 30.000.000 Laba usaha Rp 26.250.000
Perhitungan untuk
Variable Costing dan Full Costing:
Biaya
produksi
Bahan
langsung (5000 unit x Rp 1.500)
Rp 8.250.000 Tenaga kerja langsung
(500 unit x Rp 3000) 16.500.000 Overhead pabrik variable (5.500 unit x Rp
750)
4.125.000 Total biaya produksi - variable costing Rp
28.275.000 Overhead pabrik
tetap 22.500.000 Total biaya produksi –full costing Rp
51.375.000 Persediaan akhir barang jadi:
Bahan
langsung (5000 unit x Rp 1.500) Rp 750.000
Tenaga kerja langsung (500 unit x Rp 3000) 1.500.000
Overhead pabrik variable (5.500 unit x Rp 750) 375.000 Total persediaan akhir- variable
costing Rp
2.625.000 Overhead pabrik tetap (500 x Rp 22.500.000/2.250 2.0245.455 Total persediaan akhir – full costing Rp 4.670.455
Biaya usaha – full
costing:
Biaya
penjualan,adm tetap 7.500.000
Biaya
penjualan,adm variable 5.000 x Rp 2.250 11.250.000
Total Rp
18.750.000
Untuk keperluan perencanaan dan
pengendalian, perbedaan antara laba usaha menurut absoption costing dan
variable costing dapat di hitungdengan rumus:
Selisih laba usaha unit produksi tarif overhead
Variable costing =
unit x tetap yang
dan Full costing produk terjual diperhitungkan
|
Selisih laba: Variable Costing dan Full
Costing = (5.500-5.000unit) x
(22.500.000/5.500)
= 500 x Rp 4.090,91
= Rp 2.045.455
Laba full costing lebih besar karena
unit produksi lebih besar dari unit penjualan. apabila terdapat persediaan awal
maka selisih laba kedua pendekatan dapat di hitung dengan rumus:
Selisih
laba usaha kenaikan tarif
overhead
Variable
costing = (penurunan) x tetap yang
Dan
full costing
produk terjual
diperhitungkan
|
Misalkan
persediaan awal 525 unit maka selisih laba full costing dan variabel costing
menjadi Rp 101.272,75. Atau :
Selisih
laba Variable Costing dan Full Costing = (500-525) x (Rp 22.500.000/5.500 unit)
=
25 x Rp 4.090,91
= Rp 102.272,75
Selisih tersebut dapat
di sebabkan laba full costing y ang
lebih besar atau sebaliknya laba variable costing yang lebih besar.apabila
produksi lebih besar dari penjualan maka laba berish full costing akan menjadi
lebih tinggi karena biaya overhead tetap pabrik di tangguhkan k edalam
persediaan full costing sebagai kenaikan persediaan dan juga sebaliknya.bila
produksi lebih kecil dari penjualan,maka laba bersih dari penjualan,maka laba
bersih full costing lebih rendah karena biaya tetap pabrik di keluarkandari
persediaan full costing sebagai nilai
persediaan.
Pengaruh produksi terhadap laba
Hubungan
antara produksi dan penjualan dalam satu periode
|
Pengaruh
Terhadap Persediaan
|
Hubungan
antara Laba Bersih Variable dan Full Costing
|
Produksi=penjualan
Produksi>penjualan
Produksi<penjualan
|
Persediaan tidak berubah
Persediaan bertambah
Persediaan menurun
|
Laba bersih full costing=laba bersih
variabel costing
Laba bersih full costing>laba
bersih variabel costing
Laba bersih full costing<laba
bersih variabel costing
|
Beberapa hal yang harus di perhatikan dari perbedaan
laba-rugi dalam metode full costing dan variable costing adalah;
·
Dalam metode full costing,dapat terjadi
penundaan sebagaian biaya overhead pabrik tetap pada periode berjalan ke peride
berikutnya bila semua produksi tidak terjual pada periode yang sama.
·
Dalam metode variable costing,seluruh
biaya tetap overhead pabrik telah di perlakukan sebagai beban pada periode
berjalan
·
Jumlah persediaan akhir dalam metode
variabel costing lebih rendah dari metode full costing,alasannya adalah dalam
variabel costing hanya biaya produksi variable yang dapat diperhitungkan
sebagai biaya produksi.
·
Laporan laba-rugi full costing tidak
membedakan antara biaya tetap dan biaya variable
·
Untuk pelaksanaan manajemen pada
berbagai segemen organisasi pendekatan variable costing sangat baik dalam
perhitungan harga pokok per unit di banding dengan pendekatan absorpsi dalam
laporan laba-rugi karena di buat berdasarkan konsep pengelompokan biaya menurut prilakunya
Dalam pendekatan variable costing laba bersih tidak di pengaruhi oleh perubahan
produksi sementara menurut absoption costing laba bersih di pengaruhi oleh
perubahan dalam produksi.
II.4 Manfaat Pendekatan Kontribusi
Berikut beberapa karakteristik yang
menjadi keuntungan dari penggunaan pendekatan kontribusi:
·
Data yang berhubungan dengan biaya
volume dan laba yang diperlukan untuk tujuan perencanaan laba dapat diperoleh
dari laporan akuntansi regular. Bila tidak menggunakan pendekatan ini dalam
sistem akuntansi reguler maka untuk memenuhi kebutuhan informasi untuk
perencanaan laba dibutuhkan reklasifikasi data yang mana pekerjaan ini akan
menyerap banyak sumber daya perusahaan
·
Laba untuk satu priode tidak dipengaruhi
oleh perubahan- perubahan dalam absorpasi biaya overhead tetap pabrik yang
berasal dari penimbunan atau kekurangan persediaan.
·
Biaya pabrik dan laporan laba rugi dalam
bentuk variable costing lebih dekat
dengan dalam mengikuti pemikiran manajemen. Pendekatan ini memungkinkan manajemen
mengidentifikasi biaya-biaya yang dapat dan tidak dapat dikendalikan manajemen
dalam jangka pendek.
·
Implikasi penyajian biaya-biaya tetap
terhadap laba mendapat penekanan dalam variable
costing atau pendekatan kontribusi. Dalam pendekatan ini dapat dilihat
secara jelas kemampuan perusahaan menutupi biaya tetap dari hasil operasinya.
·
Data variable
costing relatif memudahkan penilaian kinerja menurut produk, wilayah, kelas
pelanggan, dan segmen lain dalam bisnis.
·
Variabel
costing berhubungan erat dengan metode pengendalian biaya
seperti biaya-biaya standar dan anggaran fleksibel.
·
Laba bersih variable costing lebih dekat dengan arus kas bersih dibanding
dengan laba bersih absorption costing. Tidak ada biaya tetap tunai yang
ditangguhkan pembebanannya terhadap pendapatan periode berjalan.
II.5 Pengukuran
Kinerja Dengan Full Costing
Dibanding variable
costing, penetapan harga pokok dengan menggunakan pendekatan absorpsi tidak
cukup memadai bagi perusahaan bila digunakan sebagai alat pengukuran kinerja.
Metode ini tidak memberikan indikator hubungan biaya dengan obyek yang dibiayai
secara rinci. Oleh karna itu dalam pendekatan ini kenaikan-kenaikan biaya pada
bagian-bagian organisasi tidak dapat segera diketahui penyebabnya sehingga
menyulitkan pengendalian.
Absorption costing
memungkinkan
para manajer meningkatkan laba usahanya dalam jangka pendek dengan menaikkan
skedul produksi. Sebagai variasi dalam skedul produksi manajemen dapat
menaikkan biaya penyelenggaraan bisnis tanpa diikuti oleh kenaikkan penjualan.
Pengaruh yang tidak diinginkan dalam peningkatan produksi yang mungkin cukup
besar dapat terjadi pada akhir periode akuntansi dimana biaya dapat meningkat
karena beberapa alasan; misalnya:
·
Manajer pabrik dapat menggeser produksi
kepada order yang menyerap jumlah overhead yang lebih tinggi.
·
Manajer pabrik dapat menerima order
tertentu untuk meningkatkan produksinya dengan menggunakan mesin yang tidak
efisien sekalipun terdapat mesin lain yang sejenis dan lebih baik dalam
perusahaan untuk menangani order tersebut.
·
Untuk mencapai kenaikkan produksi,
seorang manajer dapat menunda pemeliharaan sampai melewati periode sekarang.
Efek negatifnya, sekalipun hasil usaha sekarang meningkat, tetapi karena
peningkatan reparasi dan peralatan yang kurang menguntungkan pada masa yang
akan datang maka mungkin laba akan menurun.
II.6 Pelaporan Tersegmentasi
Untuk menghasilkan laporan tersegmentasi, sebuah
organisasi bisnis harus terlebih dahulu dibagi dalam segmen-segmen. Segmen ini
dapat berupa bagian atau aktivitas dalam sebuah organisasi yang selanjutnya
untuk segmen ini para manajer kemudian mengumpulkan data biaya, pendapatan, dan
laba. Untuk keperluan manajerial data tersebut dapat disusun menjadi laporan
yang tersegmentasi. Laporan tersegmentasi ini dapat berupa laporan laba rugi
atau laporan lain dalam suatu organisasi yang di dalam laporan tersebut data
dirinci menurut lini produk, divisi, wilayah, atau segmen organisasi sejenis
lainnya. Laporan yang disegmentasikan dapat berupa :
·
Laporan divisi-divisi untuk manajer
divisi. Dalam sebuah perusahaan manufaktur biasanya terdapat divisi-divisi
produk bisnis, produk consumer, dan lain sebagainya.
·
Laporan tentang lini produk utama, atau
menurut aktivitas.
·
Laporan penjualan menurut saluran,
wilayah, dan lain sebagainya.
Dua pedoman umum yang dapat diikuti dalam pembebanan
biaya terhadap segmen adalah bahwa biaya dapat dikelompokkan berdasarkan :
·
Pola perilaku biaya sehingga semua biaya
dikelompokkan sebagai biaya variabel dan biaya tetap. Penyajian biaya berdasarkan
karakteristik ini digunakan untuk menghitung marjin kontribusi. Informasi yang
dihasilkan bermanfaat dalam mengevaluasi pentingnya keberadaan suatu produk
sebagai segmen dalam menghasilkan laba.
·
Dapat atau tidaknya suatu biaya secara
langsung ditelusuri hubungannya dengan segmen dimana biaya tersebut terjadi.
Penyajian biaya menurut karakteristik ini dimaksudkan untuk melihat keterkaitan
suatu biaya dengan segmen yang dihitung laba ruginya. Dalam kenyataannya
terdapat biaya-biaya tetap yang terjadi karena adanya suatu segmen bisnis
sehingga penutupan suatu segmen misalnya, dapat menyebabkan hilangnya
sekelompok biaya tertentu.
Agar penyajian laporan tersegmentasi lebih
informative maka laporan laba rugi sebaiknya disiapkan dengan menggunakan
pendekatan variable costing yang
memiliki karakteristik sebagai berikut :
·
Beban pokok penjualannya hanya terdiri
dari biaya-biaya produksi variabel.
·
Biaya variabel dan biaya tetap disajikan
dalam bagian yang berbeda, dan
·
Kemudian dihitung marjin kontribusi yang
berupa selisih penjualan dengan biaya-biaya variabel.
Sebagai ilustrasi, misalkan PT Kalakundo, Inc.,
memiliki divisi pakaian jadi dan bahan makanan. Divisi pakaian jadi terdiri
dari produk pakaian pria dan pakaian wanita. Pakaian pria dijual melalui jalur
pengecer dan penjualan via katalog. Peraga 4.6 menunjukkan laporan laba rugi PT
Kalakundo yang tersegmentasi atas divisi, jenis produk, dan saluran penjualan.
Dari
laporan tersebut dapat dilihat beberapa karakteristik sebagai berikut :
1. Laporan
di atas memperlihatkan tiga level segmen dalam sebuah organisasi bisnis. Divisi
pakaian jadi terdiri dari bagian-bagian pakaian pria dan pakaian wanita sebagai
dua segmen yang lebih kecil. Penjualan pada segmen lini pakaian pria dilakukan
melalui jalur toko pengecer dan
penjualan via katalog. Dua jalur penjualan ini kemudian dianggap sebagai segmen
yang lebih kecil lagi. Jenis segmen ini dalam penerapannya dapat bervariasi
pada masing-masing organisasi bisnis tergantung pada prioritas pentingnya
informasi bagi manajemen.
2. Pentingnya
laporan laba rugi dilakukan dengan menggunakan pendekatan kontribusi.
3. Biaya
tetap segmen (Traceable fixed cost) ditempatkan
sesudah marjin kontribusi untuk melihat kemampuan segmen membelanjai biaya
tetapnya sesudah mendanai beban pokok penjualan variabelnya.
4. Bagian
dari marjin suatu segmen dapat
menjadi biaya tetap umum dari segmen-segmen yang lebih kecil. Sebagai contoh
dapat dilihat marjin segmen pakaian pria Rp 45.000 setelah dipisahkan
kedalam segmen-segmen yang lebih kecil ternyata dari jumlah tersebut Rp 10.000
di antaranya merupakan biaya tetap umum bagi segmen penjualan eceran dan
penjualan via catalog.
PT KALAKUNDO, Inc. Laporan Laba
Rugi Tersegmentasi Bulan Januari 1999
DIVISI SEBAGI SEGMEN SEGMEN
Total Pakaian
Jadi Bahan Makanan
Pakaian Rp 750.000 Rp 300.000 Rp 450.000
Biaya
variabel 345.000 120.000 225.000
Marjin
kontribusi 405.000 180.000 225.000
Biaya
tetap segmen 255.000 120.000 135.000
Marjin
segmen 150.000 Rp 60.000 Rp 90.000
Biaya
tetap bersama 127.500
Laba
bersih Rp 22.500
JENIS PRODUK Divisi SEGMEN
SEBAGAI
SEGMEN Pakaian Jadi Pakaian Pria Pakaian
Wanita
Penjualan Rp 300.000 Rp 187.500 Rp
112.500
Biaya
variable 120.000 82.500
37.500
Marjin
kontribusi 180.000
105.000 75.000
Biaya
tetap segmen 110.000 60.000 50.000
Marjin
segmen 70.000 45.000 25.000
Biaya
tetap bersama 10.000
Laba
bersih Rp 60.000
SALURAN PENJUALAN
SEGMEN
SEBAGAI
SEGMEN Pakaian Pria Eceran Katalog
Penjualan Rp 187.500
Rp 150.000 Rp 37.500
Biaya
variabel 82.500 55.500 27.000
Majin
kontribusi 105.000 94.500 10.500
Biaya
tetap bersama 50.000 27.500
22.500
Marjin
segmen 55.000 Rp 67.000 Rp
(12.000)
Biaya
tetap bersama 10.000
Laba
bersih Rp
45.000
5. Marjin
segmen merupakan hasil pengurangan traceable fixed cost dari marjin kontribusi.
Informasi ini diperlukan untuk mengetahui kemampuan tiap segmen menutup biaya
tetap pada segmen yang bersangkutan.
6. Dari
laporan tersebut juga dapat dilihat kemampuan tiap segmen menyumbangkan laba
usaha kepada organisasi secara keseluruhan. PT Kalakundo secara keseluruhan
memperoleh marjin segmen Rp 150.000. Tetapi setelah laporan disajikan ke dalam
segmen-segmen ternyata bahwa dari marjin Rp 150.000 tersebut di dalamnya
terdapat marjin segmen penjualan via catalog yang negative Rp 120.000. Hal ini
menunjukkan bahwa secara keseluruha PT Kalakundo mendapat laba dari segmen lain
untuk membiayai kerugiannya. Dengan demikian laporan tersegmentasi dapat
menunjukkan secara jelas potensi pendapatan dan biaya, serta titik-titik kritis
yang terdapat dalam tiap segmen.
II.7 Elmen Pendapatan Dan Biaya
Marjin kontribusi menggambarkan apa yang terjadi terhadap laba yang terjadi
perubahan volume. Informasi marjin kontribusi terutama sangat bermanfaat dalam
keputusan jangka yang berhubungan dengan pemakaian kapasitas sementara seperti
dalam analisis khusus. Marjin kontribusi merupakan suatu konsep laba yang
penting bagi manajemen dalam pengendalian biaya produksi variabel.
Biaya tetap (traceable
fixed cost) adalah biaya-biaya tetap yang yang timbul karena adanya segemen
tertentu dan oleh karena itu dapat diidentifikasi hubungannya dengan segmen
dimana biaya tersebut terjadi. Misalnya biaya iklan untuk produk yang dijual
oleh suatu divisi dalam perusahaan. Apabila penjualan produk dihentikan maka
biaya iklan untuk divisi tersebut dengan sendirinya ditiadakan.
Common fixed
cost adalah suatu biaya tetap yang tidak dapat
diidentifikasi hubungannya dengan segemen tertentu. Segmen merupakan bagian
dari total marjin yang di perhitungkan
dengan cara mengurangkan traceable fixed cost suatu segmen dari margin
kontribusi segmen yang bersangkutan. Hasil pengurangan menunjukan marjin yang
tersedia suatu segemen semua menutupi biayanya sendiri. Informasi ini misalnya,
diperlukan dalam menilai kemampuan sebuah segmen menghasilkan penjualan untuk
menutupi biaya-biaya tetapnya.
Penyajian informasi biaya-biaya yang akurat yang
menjadi penting karena memberikan
dampak lansung pada keputusan manajemen berbasis biaya. Masalah yang sering
timbul dalam pembebeana biaya kepada produk yang dibiayai. Faktor-faktor
dibawah ini perlu mendapat perhatian dari manajemen karena sering menyebabkan
pembebanan biaya tersebut, misalnya:
·
Hilangnya pembebanan biaya-biaya yang
berhubungan dengan rantai nilai (velue
cbain) yang meliputi biaya-biaya yang pada riset dan pengembangan,desain
produk, manufacturing pemasaran, disrtibusi,dan pelayanan pelanggan atau Life cycle costing, yang meliputi semua
biaya yang berhubungan dengan produk sepanjang siklus hidunya konsepsi sampai
dengan hilangnya produk pasar.
·
Metode alokasi biaya yang tidak cocok
diantara segmen-segmen dalam perusahaan. Subsidi silang, dasar alokasi, dan
kegagalan menelusuri hubungan biaya secara langsung dengan obiyek dibiyai
semuanya berpotensi menyerap ketidakcocokan alokasi biayanya.
·
Pembagian biaya-biaya bersama (common cost) diantara suatu
segmen-segmen berdasarkan suatu pengaturan atau kesepakatan. Common fixed cost
meliputi baya-biaya yang tidak dapat diidentifikasikan hubungan langsungnya
dengan segmen tertentu dalam sebuah perusahaan. Kesulitan tersebut disebabkan
biaya-biaya ini terdiri dari biaya-biaya tidak langsung.
BAB
III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan
Pendekatan full costing adalah
metode yang menyerap semua elemen biaya produksi sebagai komponen harga pokok
produknya, maka metode ini juga disebut absorption costing. Sedangkan
pendekatan variable costing adalah dimana biaya-biaya yang diperhitungkan
sebagai harga pokok adalah biaya produksi variable yang terdiri dari biaya
bahan baku, biaya tenaga kerja langsung dan biaya overhead variable.
·
Perbedaan atau
pengaruh penggunaan pada Variabel Costing atau Absorption Costing (Full Costing)
yaitu : Jika kita menggunakan metode variabel costing maka biaya tetapnya hanya pada periode berjalan saja
sedangkan j ika menggunakan
metode absorption costing
maka biaya tetap yang sebelumnya telah mengalami
proses pada periode
sebelumnya akan diakumulasikan kembali pada periode berjalan karena
pada metode ini
beranggapan persediaan awal pada periode
berjalan telah mengalami
proses produksi pada
periode sebelumnya dan itu harus
diperhitungkan pada periode berjalan.
·
Hubungan antara Variabel Costing dan Absorption
Costing (Full Costing)dengan
laba adalah jika kita menggunakan
metode variable dan
penjualan lebih besar dari produksi maka laba akan lebih
besar jika kita menggunakan variable
costing begitupun sebaliknya . maka akan tercipta persamaan
sebagai berikut :
1.
Penjualan > Produksi –> laba absorption costing
> laba variabel costing
2.
Penjualan < Produksi –> laba absorption
costing < laba variabel costing
3.
Penjualan = Produksi –> laba absorption costing=
laba variabel costing
Dengan adanya laporan segmen maka akan diketahui
bagaimana kinerja dari masing-masing segmen usaha tersebut. Laporan segmen
adalah laporan rugi laba yang menyajikan informasi tentang laporan rugi laba
untuk setiap segmen usaha. Oleh
karena itu perlu adanya marjin kontribusi yangdapat menggambarkan apa yang
terjadi terhadap laba bila terjadi perubahan volume yang bermanfaat dalam
pengambilan keputusan jangka pendek.
DAFTAR
PUSTAKA
L.M.
Samryn.2000.Akuntansi Manajerial.Jakarta:Raja
Grafindo
http://yulianurcahyaniblogpress.blogspot.co.id/2017 (diakses
pada 7 Oktober 2017)
http://solusiakun.blogspot.com (diakses
pada 10 Oktober 2017)
klik link di bawah untuk download makalah ini
No comments:
Post a Comment